Lecturers from Indonesia visited Fukushima (August 1-2, 2017)

In August 1-2, 2017, 5 lecturers of Malang Muhammadiyah University (UMM) from Indonesia visited Fukushima city and Tokyo.

They come here to check the plan of their students’ international field study program in Fukushima next year.

Matsui Glocal LLC will support to prepare their plan to seek new mutual learning and sincere collaboration by students and communities in Fukushima and Malang.

Kami Membantu Studi Banding dari Indonesia ke Jepang

Kepada Bapak/Ibu di perusahaan, pemerintah daerah, perguruan tinggi dll, saya membantu studi banding Bapak/Ibu dari Indonesia ke Jepang !

Kami berkonsultasi dengan Bapak/Ibu tentang tujuan kunjungan (terutama kota/desa mana di Jepang), jadwal, transportasi, tempat menginap, perdampingan, penerjemah dan macam-macam terkaitan dengan kunjungan ke Jepang.

Kami bisa menerima “perencanaan, kontak dengan pihak Jepang, perdampingan sekaligus penerjemah pada rombongan di Jepang, dan diskusi selama di Jepang” sebagai satu paket konsultasi.

Kami bisa mencari dan membawa rombongan Bapak/Ibu ke kota lokal di Jepang yang cocok sebagai tujuan kunjungan.

Jika ada yang berminat, silahkan kontak saya lewat message atau email.

 

Ide Pembuatan Media Info Baru Indonesia-Jepang

Selama ini, bisa dikatakan bahwa orang Jepang mendapat informasi tentang Indonesia dari orang Jepang. Sama juga, orang Indonesia mendapat informasi tentang Jepang dari orang Indonesia.

Akibatnya, sebagian besar informasi tentang Indonesia yang diberikan kepada masyarakat Jepang umumnya tentang Jakarta dan Bali. Ada juga orang Jepang yang berpikir Bali tidak di Indonesia. Misalnya, ada buku panduan wisata satu Indonesia, satu Bali. Sedangkan, sebagian besar masyarakat Jepang belum tahu apa-apa tentang Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan daerah-daerah lain.

Belum tahu juga tentang sejarah Indonesia yang mempengaruhi keadaan politik saat ini. Imej tentang agama terutama Islam juga masih minim. Sebagian masyarakat Jepang belum membiasakan pergaulan dengan kaum muslim. Sering takut sama agama Islam karena ada imej kekerasaan dan terorisme.

Mungkin ini karena masyarakat Jepang mendapat informasi tentang Indonesia lewat kacamata orang Jepang, termasuk saya. Saya sendiri sudah hampir 30 tahun bergaul dengan Indonesia, namun belum mengerti betul tentang berbagai hal mengenai Indonesia. Justru, makin bergaul Indonesia, makin sulit memahaminya. Tentu saja, karena saya orang asing di Indonesia, tidak mungkin memahami Indonesia.

Sebaliknya, bagaimana masyarakat Indonesia tentang pemahaman Jepang? Saya sering dengar bahwa orang Jepang berdisiplin, kotanya bersih, dan orangnya ramah. Mungkin ini sudah semacam stereo-tipe. Namun, apakah informasi tentang Jepang di Indoensia sudah cukup? Seperti saya tentang Indonesia, mungkin ada yang sudah lama bergaul dengan masyarakat Jepang, tapi apakah dia bisa menyatakan sudah paham betul tentang Jepang?

Mungkin ada dua kotak. Satu kotak diisi oleh orang Jepang saja. Kotak lain diisi oleh orang Indonesia saja. Antara dua kotak tersebut belum banyak berkomunikasi.

Maka, masyarakat Jepang belum yakin tentang kebenaran informasi tentang Indonesia yang diberikan oleh orang Jepang. Sebaliknya, masyarakat Indonesia belum tentu bisa percaya kebenaran informasi tentang Jepang yang diberikan lewat orang Indonesia.

Solusinya? Campur dua kotak tersebut, dan membuat dua kotak yang baru.

Satu kotak tentang informasi Indonesia yang diberikan oleh orang Jepang dan orang Indonesia, mungkin dengan Bahasa Jepang. Sedangkan, satu kotak lainnya tentang informasi Jepang yang diberikan oleh orang Indonesia dan orang Jepang, mungkin dengan Bahasa Indonesia. Dengan demikian, kebenaran informasinya bisa dicek bersama orang Indonesia dan orang Jepang. Maka, apa boleh buat, keduanya harus berkomunikasi.

Saya ingin membuat dua jenis Media Info tersebut. Yaitu, Media Info tentang Indonesia dengan Bahasa Jepang, dan Media Info tentang Jepang dengan Bahasa Indonesia. Dua-duanya perlu ada keterlibatan antara orang Indonesia dan orang Jepang.

Kita perlu sadar bahwa saya sendiri belum tahu banyak tentang Jepang (dan Indonesia). Teman-teman orang Indonesia juga belu tentu mengerti tentang Indonesia (dan Jepang).

Dengan kesadaran ini, kita perlu berupaya ingin saling memahami untuk hubungan yang kuat dan dalam. Ini akan menjadi fondasi yang kuat antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Jepang, yang akan diteruskan kepada generasi penurusnya.

Pasti ada teman-teman Indonesia yang ingin bertanya berbagai hal tentang Jepang kepada masyarakat Jepang, atau yang ingin menyampaikan sesuatu tentang kehidupan daerah di Indoensia kepada masyarakat Jepang.

Teman-teman Jepang juga demikian. Mereka ingin masyarakat Indonesia lebih memahami berbagai hal tentang Jepang.

Jika ada yang ingin ikut serta “proyek” dua Media Info ini, mohon beritahukan kepada saya dengan email (ke matsui@matsui-glocal ) atau dengan inbox FB. Semoga ada teman-teman yang berminat untuk membuat fondasi ini.

Meeting with IKAPEKSI South Sulawesi

After arriving at Makassar at noon in January 13, I met members of IKAPEKSI South Sulawesi. IKAPEKSI is Ikatan Pengusaha Kenshusei Indonesia, Indonesian ex-Japan-Trainee Businessmen’s League.

They were ex-Trainee in Japan for three years. Mainly worked in small and medium enterprises in Japan to officially learn know-how and technique/technology to be applied in Indonesia in the future. However, some Japanese companies regarded them as cheap labors because of serious shortage of labors in industrial sector.

Officially, government of Japan does not permit immigrant labors in Japan but in fact those trainee are used to fill the labor shortage.

IKAPEKSI was established spontaneously by ex-trainee themselves without any support of government of Japan and Indonesia. Most of members of IKAPEKSI manage their own companies, work in companies, and start their own small business. The ex-training program has contribute to create new entrepreneurs and skilled labors in Indonesia.

I have been an advisor to IKAPEKSI since 2015. I am happy to meet the South Sulawesi part members this time and want to support them.

Trip to Indonesia and Malaysia (12-18 Jan 2017)

As the first trip to outside Japan in 2017, I will visit Indonesia and Malaysia in 12-18 January 2017.

I plan to arrive at Malaysia in 12 January, and visit Melaka to meet new friends at noon. After that, bound for Kuala Lumpur to have dinner with my friends.

In 13 January, I will fly from Kuala Lumpur to Makassar, Indonesia. I hope I will meet my old friends during my stay in Makassar for four days, 13-16 January.

During my stay in Makassar, I will attend a wedding party of my friends in 14 January.

In 16 January evening, I will fly from Makassar to Kuala Lumpur. After meeting with my friend there in 17 January, I will fly from Kuala Lumpur to Tokyo in 18 January.

I hope this trip will be the start point for me to extend my work horizontally from Indonesia to Malaysia and other countries.

Business Trip to Surabaya (7-11 Dec 2016)

Maybe this is the last business trip to Indonesia from Japan in 2016.

I was suddenly asked to participate a business trip by a researcher of IGES (Institute for Global Environmental Strategies), a semi-government research institute in Japan, to Surabaya when I was in Yogyakarta, Indonesia, for special lecture at Gadjah Mada University (22-24 November 2016).

This time I was asked to join her preliminary survey on sustainable community development in Surabaya, Indonesia. I brought her to meet young activists of C2O library and Ayorek to make a platform for community development in Surabaya, a specialist on environmental issues in Surabaya, and women’s group to promote mangrove conservation and community development.

I hope this field survey would be useful for IGES study in the next stage.

What is my next stage? Please stay tuned in 2017 !

Lecture in Gadjah Mada University, Indonesia

I will stay in Yogyakarta, Indonesia, in 21-25 November 2016.

I will give a public lecture to students of Gadjah Mada University on “Career Development and Corporate Culture of Japanese companies” in 22 November 2016.

In 23-24 November 2016, I will make individual consultations with 9 students of Gadjah Mada University who are interested in Japan and Japanese companies.

The used language is Bahasa Indonesia.

This is a collaboration program between Gadjah Mada University, Indonesia, and Aichi Prefectural University, Japan. I will do this as visiting researcher of Aichi Prefectural University.

After half-day stop at Singapore in 25 November, I will go back to Tokyo in 26 November.

I will stay in the campus of Gadjah Mada University. See you my friends in Yogyakarta and Singapore if possible.

 

Business Trip to Kochi & Fukushima (8-13 Sep. 2016)

In the name of “JICA Program on Data Collection Survey on Public-Private-Partnership for Activating Agricultural Promotion in Indonesia”, I will visit Kochi and Fukushima with local government officials from Indonesia in 8-13 September, 2016.

This JICA Program studies on the possibility to create partnership and cooperation in agriculture and/or livestock sector between local government in Indonesia and Japan, and between government and private sector. The key is how to realize win-win partnership between them.

So, even in the name of JICA, this is not pure assistance or aid program from Japan to Indonesia.

I will visit Kochi in 8-10 September and Fukushima in 11-13 September.

 

Fukushima and Malang/Batu

In the name of JICA survey on local to local partnership in agriculture between Indonesia and Japan, I brought three persons from Fukushima city to Malang and Batu, East Java, Indonesia, in July 26-28, 2016.

Fukushima and Malang/Batu have the same character as center of fruits production and processing. Fukushima is very famous as production center of peach, pear, apple and other fruits except orange. Malang and Batu are famous as apple, orange, crystal guava, and other tropical fruits.

In Malang and Batu, we discussed with those two local governments about the direction of this supposed partnership and share the philosophy of agriculture in the future. We agreed with farmers-centered agricultural industrialization against strong wave of globalization through market forces.

In other words, the main objective is to improve the position and income of farmers, supported by manufacturers. More focus on sustainability and continuity of interaction between farmers and manufacturers, rather than the increase of production and productivity that are requested by market force.

For example, vacuum fried chips (kripik) are main products of fruit processing in Malang and Batu now. Because of that, the future of kripik is not prospective because more manufacturers will start to produce kripik and more supply of kripik will decline the value of processing. Very difficult to increase the income of farmers. Processing-centered strategies will not always be good result to farmers.

So, my guests from Fukushima requested farmers in Malang and Batu not just satisfy as suppliers of fruits materials for manufacturers, but try to produce qualified fresh fruits against dominant imported fruits in Indonesian market. Food security is the biggest concern of Fukushima after the nuclear power plant accident. Fukushima has made extra hard effort to recover its trust in agriculture market until now.

The key is not only the quality, but also the security of foods and agricultural products. Also, organic products are not always accepted in market if they are not so delicious. Farmers try to produce delicious fruits with paying attention to food security (and may be in organic way). We think this with seeing many small apples in a tree in Batu.

In September, we will invite local government officials from Malang and Batu to Fukushima to see and understand the system of agriculture, mainly of fruits. We will continue to discuss about real partnership building in fruits promotion between Fukushima and Malang/Batu. See the next step.

 

Kemerdekaan Ada di dalam Diri Kita Sendiri

DIRGAHAYU INDONESIA Ke-70. Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia.

Pada 70 tahun yang lalu, atas nama Bung Soekarno dan Bung Hatta, kemerdekaan Republik Indonesia dinyatakan. Kemerdekaan dari penjajahan militer Jepang.

Namun, Republik Indonesia harus mengalami perjuangan keras untuk terus mewujudkan kemerdekaan riil selama 4 tahun lebih dengan perang dengan pihak Sekutu setelah pernyataan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Saya menghormati perjuangan tersebut dan menghargai masyarakat Indonesia yang mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia dengan kekuatan sendiri. Benar, kebangaan masyarakat Indonesia terhadap Republik Indonesia begitu kuat.

70 tahun berlalu. Republik Indonesia sudah diakui sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan pemimpin ASEAN. Republik Indonesia berhasil berubah dirinya ke negara demokrasi dari rejim Orde Baru.

Bahkan, Republik Indonesia tetap menjaga Bhineka Tunggal Ika atau persatuan di dalam keanekaragaman. Ada kehormatan terhadap perbedaan dan keanekaragaman. Mestinya Indonesia menjadi contoh untuk dunia yang menghadapi berbagai konflik antara perbedaan dan sulit hidup bersama antara berbagai suku, agama, dan perbedaan.

Tentu saja, ini juga untuk Jepang yang negara satu suku bangsa dan belum biasa menghadapi orang asing yang berbeda dengan masyarakat Jepang. Jepang harus belajar Bhineka Tunggal Ika dari Indonesia untuk mewujudkan perdamaian di Jepang, Asia dan dimana-mana di dunia.

Dengan mengingat Perang Dunia Dua, meskipun belum lahir tapi dengan belajar dari berbagai pihak, masyarakat Jepang masih tetap berusaha ingat apa yang terjadi di dalam Perang Dunia Dua. Kami tidak bisa membenarkan apa pun yang terjadi pada waktu itu, termasuk penjajahan militer Jepang di wilayah Asia dan penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki atau pemboman sembarangan oleh Sekutu terhadap berbagai kota-kota di Jepang termasuk Tokyo. Kami menghadapi suara-suara musibah perang atau keluarganya.

Siapa yang masih menginginkan ada perang? Saya yakin dan ingin yakin satu orang pun tidak ada yang ingin perang. Mungkin industri alat-alat senjata masih mau ada kesempatan untuk menggunakan produk mereka. Semoga produk ini tidak perlu diproduksi lagi.

Dalam peringatan kemerdekaan 70 tahun Republik Indonesia ini, kita coba retropeksi arti kemerdekaan. Kemerdekaan merupakan kebebasan diri dari penjajah. Berdiri sendiri. Namun, ini tidak berarti semua dilakukan dengan sendiri. Tidak berarti tidak bergaul dengan pihak luar. Kemerdekaan bukan putus hubungan dengan luar. Bukan bersikap eksklusif.

 

**************************

Kalangan masyarakat Jepang saat ini mulai merasa agak dingin dari Republik Indonesia. Misalnya, pengambilan visa untuk orang asing diperketat maka banyak yang putus asa berbisnis di Indonesia. Ada juga teman saya orang Jepang yang dikunjungi oleh beberapa oknum ‘imigrasi’ ke apartemennya pada tengah malam, paksa dibangungkan, lalu mereka periksa pasopor dan visa dia. Tentu saja dia memiliki izin tinggal secara resmi dan merasa was-was. Rajin sekali kerja pengawai jika oknum benar-benar pengawai ‘imigrasi’.

Cerita seperti ini sudah menyebar di kalangan masyarakat Jepang dan banyak pengusaha agak takut berbisnis di Indonesia. Imeji Indonesia saat ini memburuk. Sayang sekali.

Saya tidak mau mengatakan bahwa contoh seperti ini merupakan fenomena ‘kemerdekaan’ Indonesia. Sering dengar bahwa orang asing datang ke Indonesia untuk menguasai ekonomi dan menjajah lagi. Saya merasa sedih. Perasaan zaman kolonial masih kental. Tidak ada pengusaha Jepang yang menjajah kembali Indonesia, hanya mereka mau berbisnis di Indonesia.

Mengapa kami selalu dicuriga? Saya dengar sebagian besar orang Jepang di Indonesia berusaha mengikuti hukum dan aturan Republik Indonesia dan tidak mau lupa bayar pajak yang diwajibkan. Apalagi, jika diminta uang dari pihak oknum, mereka sering bayarnya karena takut dihukum atau dideportasi ke luar Indonesia. Kenapa yang jujur menjadi sasaran oleh oknum? Atau karena jujur jadi sasaran?

Ada yang bilang bahwa Republik Indonesia hanya butuh uang dan dana dari luar tapi tidak perlu orang asing. Presiden Jokowi mempromosi dan investasi dari luar negeri. Tetapi, pengambilan visa untuk orang asing diperketat dan makin uncul aturan yang membatasi aktivitas orang asing di Indonesia. Turis orang asing saja yang diwelcome oleh Indonesia, bukan?

Saya merasa ada suatu keinginan eksklusif Indonesia terhadap pihak luar. Semua orang tahu bahwa manusia siapa pun atau negara mana pun tidak mungkin hidup sendiri saja. Mengapa masih kental rasa curiga terhadap pihak luar oleh Indonesia? Tidak mungkin kami menjajah Indonesia lagi. Pengusaha Jepang diijinkan berbisnis di Indonesia. Maka mereka selalu bersyukur Tuhan dan berkarya untuk win-win antara Indonesia dan Jepang. Tetapi masih tetap dicurigai. Memang, pasti ada juga orang asing yang jahat, seperti ada orang Indonesia yang jahat juga.

Apakah orang asing termasuk kami semuanya orang jahat? Mengapa masih takut terhadap orang asing? Warga asing yang menaati hukum dan aturan Indonesia pun sulit merasa hidup aman di Indonesia jika was-was terhadap kemungkinan ada oknum imigrasi tiba-tiba datang pada tengah malam.

 

**************************

Kemerdekaan negara mestinya terdiri dari kemerdekaan masyarakat pribadi masing-masing. Kemerdekaan pribadi masing-masing berdasar dari kedaulatan, kemandirian, dan kepercayaan diri masing-masing. Ini diciptakan oleh berpikir dan menentukan sendiri dengan berbagai pertimbangan. Pertimbangan berdasar dari pembacaan buku/tulisan, diskusi dengan orang lain, atau pengalaman lain-lain oleh sendiri.

Pribadi yang kokoh. Pribadi yang bertanggungjawab sendiri terhadap apa yang dia lakukan. Dan, pribadi yang menghormati dan respek keberadaan, perbedaan, dan kehidupan orang lain.

Republik Indonesia sudah menikmati kemerdekaan selama 70 tahun. Untuk memperkuat kemerdekaan tersebut, kemerdekaan kita masing-masing juga perlu diperkuat. Kemerdekaan ada di dalam kita sendiri. Ini bukan untuk masyarakat Indonesia saja, tetapi juga untuk masyarakat Jepang dan masyarakat dimana saja senagai seorang manusia yang hidup bersama.

DIRGAHAYU INDONESIA ke-70 ! Semoga Indonesia maju terus dan persahabatan kita berkembang terus !

 

Interview Series in Yogya and Surabaya (16-20 January 2015)

After finished our SME Workshop in Jakarta (14 January), I came back to Surabaya first in 15 January. Then, I started to bound for Yogyakarta at 7 am by train. Why must back to Surabaya first? I could not directly go to Yogyakarta from Jakarta because of bureaucratic administration.

Anyway, I conducted series of interview to emerging local companies targeted to middle class or volume zone market in Indonesia. In Yogyakarta, I visited and interviewed Super Wash (laundry franchise chain) in 16 January, and Kemitraan A Swalayan (mini market establishment and management consulting) in 17 January. After coming back to Surabaya, I interviewed Coffee Toffee (cafe franchise chain) in Surabaya in 20 January.

IMG_4393

With Mr. Lidi (President Director) and Mr. Ali (Manager) at office of Super Wash, Yogyakarta, 16 January 2015.

 

IMG_4421

with Mr. Putut, Mr. Sulis and Mr. Danan (Managers) at office of Kemitraan A Swalayan, Klaten, Yogyakarta, 17 January 2015.

 

IMG_4452

with Mr. Odi (President Director) at Coffee Toffee, Klampis, Surabaya, 20 January 2015.

I could get many interesting information from them and some key points why they have emerged their business in local areas. I will compile the interview results for survey reports to JETRO Jakarta.

SME Workshop in Jakarta (14 January 2015)

Last week, we conducted a Workshop on SME policies in Indonesia at Gran Melia Jakarta in 14 January 2015. This workshop was held to feedback the results of our survey (JERI team) on 17 local SMEs on automotive parts supplier in October-November 2014, and to discuss about policy implication for SME development in Indonesia.

This Workshop was attended by about 40 participants including Ms. Euis, Director General of Small & Medium Industry, Ministry of Industry, Mr. Meliadi Sembiring, the 7th Deputy Minister of Cooperatives and SME, other two Deputy Ministers of Cooperatives and SME, a member of KIKO (Cooperatives of Automotive Parts Industry), Yayasan Darma Bakti Astra, KADIN Indonesia, APINDO, Bank Indonesia, Jakarta Japan Club (JJC), JICA, and JETRO.

IMG_4384

Based on our survey, we tried to focus on two main issues on SME development challenge. Those are marketing from SME to big companies, and needs of financial support by the government. We threw our two points to participants for further discussion and we could get much new information and many kinds of opinion about SME development in Indonesia in the near future.

We hope this Workshop will be useful for participants and especially government officials to deepen ideas for SME development policy in Indonesia.

 

1 3 4 5